Jumat, 16 Juli 2010

MEREDUKSI POLUTAN GAS BUANG PROSES PEMBAKARAN BATUBARA DENGAN DAUR KOMBINASI GASIFIKASI BATUBARA TERINTEGRASI




I. PENDAHULUAN
Batubara sebenarnya telah digunakan oleh manusia sebagai sumber energi semenjak ratusan tahun yang lalu. Tetapi pada revolusi industri pada abad ke-19 hingga tahun 1960-an penggunaan batubara menjadi sumber energiutama dunia., sampai pada akhirnya digantikan oleh minyak bumi. Namun dengan keterbatasan persediaan minyak bumi dibanding batubara yang lebih besar maka pada pertengahan abad ke-21 batubara kembali menjadi sumber energi utama. Selain itu harga batubara juga relatif murah.
Sekitar 50 negara penghasil batubara dengan tingkat produksi sekitar 3,8 milyar ton per tahun. Menurut para ilmuwan cadangan batubara ini cukup hingga 200 tahun mendatang, sehingga dapat menyokong kebutuhan energi dunia paling lama. Di Indonesia sendiri ketersediaan sumber daya batubara mencapai 36,5 milyar ton yang tersebar di Sumatera sebesar 68 %, 31 % di Kalimantan dan 1 % sisanya terdapat di Jawa Barat, Sulawesi dan Irian Jaya.
Konsumen terbesar batubara adalah pembangkit listrik. Saat ini sekitar 30 % dari total pembangkitan listrik menggunakan bahan bakar batubara. Memang menghasilkan tenaga listrik dengan biaya yang relative murah, namun dampak pencemaran yang ditimbulkan oleh pembakaran batubara perlu kiranya mendapat perhatian yang seksama. Batubara akan mendominasi pada penggunaan energi yang secara langsung akan meningkatkan polutan gas buang dan partikel. Baru – baru ini ditemukan teknologi pembakaran yang dapat menaikkan efisiensi dan mengurangi polutan dari gas buang serta menghasilkan limbah yang minimum yaitu teknologi pembakaran fluidized bed dan teknologi gasifikasi batubara yang digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi
( Integrated Coal Gasification Combined Cycle ).

II. POTENSI LIMBAH POLUTAN GAS PROSES PEMBAKARAN
Batubara identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S dan abu. Sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan gas SOx dan NOx menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan pertanian, CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global yaitu kenaikan suhu dipermukaan bumi, dan merkuri ( Hg ) yang berbahaya bagi makhluk hidup.
Berdasarkan definisi limbah B3 BAPEDAL (1995) adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity) serta konsentrasi atau jumlah yang baik secara langsung mauoun tak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Serta mengacu pada PP No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 maka polutan gas buangan proses pembakaran merupakan limbah B3.

III. PENGGUNAAN TEKNOLOGI DAUR KOMBINASI GASIFIKASI BATUBARA TERINTEGRASI ( Integrated Coal Gasification Combined Cycle )
Teknologi IGCC merupakan merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang sama artinya.
Komponen utama dalam IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan sistem reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed, entrained flow dan molten iron bath.









Dalam fixed bed, serbuk batubara yang berukuran antara 3 - 30 mm diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan udara (O2) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara akan bereaksi membentuk gas. Sedangkan dalam fluidized bed gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang dengan gaya gravitasi sehingga serbuk batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 - 5 mm. Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses molten iron bath merupakan pengembangan dalam proses industri baja. Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2. Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan pembangkit listrik.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti : Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. Di samping proses gasifikasi yang terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan. Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya



















Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada gambar di atas. IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.
Penggunaan teknologi PLTU batubara konvensional saat ini mempunyai kekurangan yaitu efisiensinya rendah yang berkisar antara 33 - 36 %. Efisiensi ini dapat ditingkatkan dengan membangun unit pembangkit yang lebih besar atau dengan menaikkan suhu dan tekanan dalam siklus panasnya. Cara ini mempunyai keterbatasan dan menambah tingkat kerumitan dalam pemilihan materialnya. Disamping itu tuntutan dalam memelihara lingkungan hidup (seperti telah disebutkan di atas) akan menambah biaya pembangkitan karena adanya penambahan peralatan seperti : de-SOX (desulfurisasi), de-NOX (denitrifikasi), baghouse filter (menyisihkan merkuri) dan penyaring debu (electrostatic precipitator). Pemasangan peralatan ini juga akan mengurangi efisiensi total pembangkit listrik.
Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2, merkuri(Hg) serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum.
Efisiensi pembangkit listrik ICGG berkisar antara 38 - 45 % yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.
















700 MW; 73 % C; 1.2 % S; 10 % ash; Hu = 25000 kJ/kg; IGCC : 98 % desulphurization; conventional power plant : 200 mg/m3 SO2 in flue gas; dry)

Dalam sistem IGCC, sekitar 95 - 99 % dari kandungan sulfur dalam batubara dapat dihilangkan sebelum pembakaran. NOx dapat dikurangi sebesar 70 - 93 % dan CO2 dapat dikurangi sebesar 20 - 35 % (emisinya berkisar antara 0.75 - 0.85 kg CO2/kWh) dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Dengan tingkat emisi yang rendah maka dapat untuk mencegah terjadi hujan asam karena emisi polutan SOx dan NOx serta mencegah terjadinya pemanasan global karena emisi CO2.
Salah satu hal yang menarik dalam sistem IGCC adalah pembangunannya dapat dilakukan secara bertahap, yaitu:
- tahap pertama : pembangunan turbin gas dan perlengkapan pembangkit listrik
- tahap kedua : pembangunan sistem daur kombinasi
- tahap ketiga : pembangunan unit gasifikasi.
Pembangunan dua tahap yang pertama memerlukan biaya investasi yang relatif kecil dan sudah dapat menghasilkan tenaga listrik. Investasi yang besar hanya dibutuhkan pada saat pembangunan tahap ketiga dan dilaksanakan bila sudah dinilai ekonomis untuk mengganti bahan bakar dari gas alam dengan batubara. Disamping itu sistem IGCC didesain secara modular sehingga mudah untuk dikembangkan menjadi unit yang lebih besar kapasitasnya pada saat kebutuhan tenaga listrik sudah meningkat.

IV. KESIMPULAN
Pemakaian tenaga listrik di Indonesia selama 20 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup pesat Sehingga pangsa penggunaan batubara untuk pembangkit listrik terus meningkat. Pemakaian batubara dalam jumlah besar ini harus menerapkan teknologi batubara bersih, salah satunya yaitu IGCC, supaya dampak lingkungannya minimum. IGCC saat ini sedang dalam taraf pengembangan dan diharapkan sudah beroperasi secara komersial dalam waktu dekat ini. Pembangkit listrik IGCC mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan PLTU konvensional dengan tambahan de-SOX dan de-NOX dalam hal dampak lingkungan. Bagi Indonesia pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut dipertimbangkan untuk menggantikan PLTU batubara konvensional yang sudah habis masa gunanya dan untuk pembangunan pembangkit listrik yang baru.



















DAFTAR PUSTAKA

Aris, Eko, “Dampak Penggunaan Energi Batubara (PLTU)” 2008, www.indoskripsi.com
Astari, Putu Merati, “Utilization of fly ash from power plant for removal of dyes”, 2007, majari.magazine.com

Basu, P, “Combustion and Gasification in Fluidized Beds” 2006; 21– 23: 59– 67: 74– 82, majari.magazine.com
Higman C, MVD Burgt, “Gasification” 2003; 98 – 109, majari.magazine.com
Indonesia Power, PLTU Suralaya, 2002 , majari.magazine.com
Liu, Hao, et all, “Comparison of pulverized coal combustion in air and in mixture of O2/CO2”, Fuel 84 (2005) 833 – 840, majari.magazine.com
Mohan, D, et al, Ind. Eng. Chem. Res. 41, 3688-3695, 2002, majari.magazine.com
Pratama, Yoga, Heri T. Putranto, “Coal fly ash conversion to zeolite for removal of chromium and nickel from wastewaters”, 2007 , majari.magazine.com
S, Wang, H. Wu , H, “Journal of Hazardous Materials”, 2006, majari.magazine.com
Sugiyono, Agus, “Integrated Coal Gasification Combined Cycle”, peneliti BPP Teknologi, majari.magazine.com
sandhieb@yahoo.com “Pendekatan Biaya Pada Teknologi Lahan Urug Saniter Sampah & Teknologi Insinerasi Sampah” mahasiswa pascasarjana Master of Environmental Engineering Science student, UNSW, Australia
www.europeanenergyforum.eu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar