Jumat, 16 Juli 2010

MEREDUKSI POLUTAN GAS BUANG PROSES PEMBAKARAN BATUBARA DENGAN DAUR KOMBINASI GASIFIKASI BATUBARA TERINTEGRASI




I. PENDAHULUAN
Batubara sebenarnya telah digunakan oleh manusia sebagai sumber energi semenjak ratusan tahun yang lalu. Tetapi pada revolusi industri pada abad ke-19 hingga tahun 1960-an penggunaan batubara menjadi sumber energiutama dunia., sampai pada akhirnya digantikan oleh minyak bumi. Namun dengan keterbatasan persediaan minyak bumi dibanding batubara yang lebih besar maka pada pertengahan abad ke-21 batubara kembali menjadi sumber energi utama. Selain itu harga batubara juga relatif murah.
Sekitar 50 negara penghasil batubara dengan tingkat produksi sekitar 3,8 milyar ton per tahun. Menurut para ilmuwan cadangan batubara ini cukup hingga 200 tahun mendatang, sehingga dapat menyokong kebutuhan energi dunia paling lama. Di Indonesia sendiri ketersediaan sumber daya batubara mencapai 36,5 milyar ton yang tersebar di Sumatera sebesar 68 %, 31 % di Kalimantan dan 1 % sisanya terdapat di Jawa Barat, Sulawesi dan Irian Jaya.
Konsumen terbesar batubara adalah pembangkit listrik. Saat ini sekitar 30 % dari total pembangkitan listrik menggunakan bahan bakar batubara. Memang menghasilkan tenaga listrik dengan biaya yang relative murah, namun dampak pencemaran yang ditimbulkan oleh pembakaran batubara perlu kiranya mendapat perhatian yang seksama. Batubara akan mendominasi pada penggunaan energi yang secara langsung akan meningkatkan polutan gas buang dan partikel. Baru – baru ini ditemukan teknologi pembakaran yang dapat menaikkan efisiensi dan mengurangi polutan dari gas buang serta menghasilkan limbah yang minimum yaitu teknologi pembakaran fluidized bed dan teknologi gasifikasi batubara yang digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi
( Integrated Coal Gasification Combined Cycle ).

II. POTENSI LIMBAH POLUTAN GAS PROSES PEMBAKARAN
Batubara identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S dan abu. Sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan gas SOx dan NOx menyebabkan terjadinya hujan asam yang dapat merusak hutan dan lahan pertanian, CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global yaitu kenaikan suhu dipermukaan bumi, dan merkuri ( Hg ) yang berbahaya bagi makhluk hidup.
Berdasarkan definisi limbah B3 BAPEDAL (1995) adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity) serta konsentrasi atau jumlah yang baik secara langsung mauoun tak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan atau membahayakan kesehatan manusia. Serta mengacu pada PP No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3 maka polutan gas buangan proses pembakaran merupakan limbah B3.

III. PENGGUNAAN TEKNOLOGI DAUR KOMBINASI GASIFIKASI BATUBARA TERINTEGRASI ( Integrated Coal Gasification Combined Cycle )
Teknologi IGCC merupakan merupakan salah satu teknologi batubara bersih yang sekarang dalam tahap pengembangan. Istilah IGCC merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk menyatakan daur kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Meskipun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang sama artinya.
Komponen utama dalam IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan sistem reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed, entrained flow dan molten iron bath.









Dalam fixed bed, serbuk batubara yang berukuran antara 3 - 30 mm diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan udara (O2) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara akan bereaksi membentuk gas. Sedangkan dalam fluidized bed gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang dengan gaya gravitasi sehingga serbuk batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 - 5 mm. Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses molten iron bath merupakan pengembangan dalam proses industri baja. Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2. Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan pembangkit listrik.
Saat ini teknologi IGCC sedang dikembangkan di seluruh dunia, seperti : Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. Di samping proses gasifikasi yang terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan. Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya



















Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada gambar di atas. IGCC merupakan perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.
Penggunaan teknologi PLTU batubara konvensional saat ini mempunyai kekurangan yaitu efisiensinya rendah yang berkisar antara 33 - 36 %. Efisiensi ini dapat ditingkatkan dengan membangun unit pembangkit yang lebih besar atau dengan menaikkan suhu dan tekanan dalam siklus panasnya. Cara ini mempunyai keterbatasan dan menambah tingkat kerumitan dalam pemilihan materialnya. Disamping itu tuntutan dalam memelihara lingkungan hidup (seperti telah disebutkan di atas) akan menambah biaya pembangkitan karena adanya penambahan peralatan seperti : de-SOX (desulfurisasi), de-NOX (denitrifikasi), baghouse filter (menyisihkan merkuri) dan penyaring debu (electrostatic precipitator). Pemasangan peralatan ini juga akan mengurangi efisiensi total pembangkit listrik.
Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran dan kandungan abu dari batubara yang digunakan. Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2, merkuri(Hg) serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum.
Efisiensi pembangkit listrik ICGG berkisar antara 38 - 45 % yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu daur kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.
















700 MW; 73 % C; 1.2 % S; 10 % ash; Hu = 25000 kJ/kg; IGCC : 98 % desulphurization; conventional power plant : 200 mg/m3 SO2 in flue gas; dry)

Dalam sistem IGCC, sekitar 95 - 99 % dari kandungan sulfur dalam batubara dapat dihilangkan sebelum pembakaran. NOx dapat dikurangi sebesar 70 - 93 % dan CO2 dapat dikurangi sebesar 20 - 35 % (emisinya berkisar antara 0.75 - 0.85 kg CO2/kWh) dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Dengan tingkat emisi yang rendah maka dapat untuk mencegah terjadi hujan asam karena emisi polutan SOx dan NOx serta mencegah terjadinya pemanasan global karena emisi CO2.
Salah satu hal yang menarik dalam sistem IGCC adalah pembangunannya dapat dilakukan secara bertahap, yaitu:
- tahap pertama : pembangunan turbin gas dan perlengkapan pembangkit listrik
- tahap kedua : pembangunan sistem daur kombinasi
- tahap ketiga : pembangunan unit gasifikasi.
Pembangunan dua tahap yang pertama memerlukan biaya investasi yang relatif kecil dan sudah dapat menghasilkan tenaga listrik. Investasi yang besar hanya dibutuhkan pada saat pembangunan tahap ketiga dan dilaksanakan bila sudah dinilai ekonomis untuk mengganti bahan bakar dari gas alam dengan batubara. Disamping itu sistem IGCC didesain secara modular sehingga mudah untuk dikembangkan menjadi unit yang lebih besar kapasitasnya pada saat kebutuhan tenaga listrik sudah meningkat.

IV. KESIMPULAN
Pemakaian tenaga listrik di Indonesia selama 20 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup pesat Sehingga pangsa penggunaan batubara untuk pembangkit listrik terus meningkat. Pemakaian batubara dalam jumlah besar ini harus menerapkan teknologi batubara bersih, salah satunya yaitu IGCC, supaya dampak lingkungannya minimum. IGCC saat ini sedang dalam taraf pengembangan dan diharapkan sudah beroperasi secara komersial dalam waktu dekat ini. Pembangkit listrik IGCC mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan PLTU konvensional dengan tambahan de-SOX dan de-NOX dalam hal dampak lingkungan. Bagi Indonesia pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut dipertimbangkan untuk menggantikan PLTU batubara konvensional yang sudah habis masa gunanya dan untuk pembangunan pembangkit listrik yang baru.



















DAFTAR PUSTAKA

Aris, Eko, “Dampak Penggunaan Energi Batubara (PLTU)” 2008, www.indoskripsi.com
Astari, Putu Merati, “Utilization of fly ash from power plant for removal of dyes”, 2007, majari.magazine.com

Basu, P, “Combustion and Gasification in Fluidized Beds” 2006; 21– 23: 59– 67: 74– 82, majari.magazine.com
Higman C, MVD Burgt, “Gasification” 2003; 98 – 109, majari.magazine.com
Indonesia Power, PLTU Suralaya, 2002 , majari.magazine.com
Liu, Hao, et all, “Comparison of pulverized coal combustion in air and in mixture of O2/CO2”, Fuel 84 (2005) 833 – 840, majari.magazine.com
Mohan, D, et al, Ind. Eng. Chem. Res. 41, 3688-3695, 2002, majari.magazine.com
Pratama, Yoga, Heri T. Putranto, “Coal fly ash conversion to zeolite for removal of chromium and nickel from wastewaters”, 2007 , majari.magazine.com
S, Wang, H. Wu , H, “Journal of Hazardous Materials”, 2006, majari.magazine.com
Sugiyono, Agus, “Integrated Coal Gasification Combined Cycle”, peneliti BPP Teknologi, majari.magazine.com
sandhieb@yahoo.com “Pendekatan Biaya Pada Teknologi Lahan Urug Saniter Sampah & Teknologi Insinerasi Sampah” mahasiswa pascasarjana Master of Environmental Engineering Science student, UNSW, Australia
www.europeanenergyforum.eu

Sistem Penyediaan Air bersih

Seperti yang telah kita ketahui, Air bersih (sanitation water) adalah air yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan pada sektor rumah tangga, pertanian, industri dan pemukiman perkotaan. Pemerintah Indonesiamelalui DEPKES RI mensyaratkan kebutuhan air bersih bagi masyarakatnya sebesar 60 liter per orang per hari. Air bersih tersebut harus memenuhi persyaratan yang tertuang di dalam KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002, sebagai berikut : jernih, tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, pH netral dan bebas mikroorganisme. Beberapa sumber air baku yang lazim digunakan/diolah masyarakat menjadi air bersih antara lain : air permukaan seperti air sumur dangkal, air sungai, air danau, air rawa dan lain-lain; air tanah seperti air mata air, air sumur dalam dan lain-lain; air hujan dan air laut. Sementara beberapa jenis kualitas air yang sering diproduksi antara lain air sanitasi/air bersih ; air demin (air bebas mineral) digunakan untuk air proses dan air pendingin); air umpan boiler.
Disebutkan dari berbagai sumber bahwa sebagian besar air di Bumi merupakan air asin dan hanya sekitar 2,5% saja yang berupa air tawar. Dengan keterbatasan ini sungguh keliru kalau orang mengeksploitasi air secara berlebih. Seolah-olah pemanfaatan air merupakan “ barang bebas”. Menurut data yang diterbitkan oleh suara pembaruan tanggal 23 maret 2007 dan berbagai sumber, di Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai lebih 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak. Kecenderungan konsumsi air diperkirakan terus naik hingga 15-35 % per kapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat (berkurang) akibat kerusakan alam dan pencemaran. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih. Penduduk Indonesia yang bisa mengakses air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, baru mencapai 20 % dari total penduduk Indonesia. Artinya masih ada 82 % rakyat Indonesia terpaksa mempergunakan air yang tak layak secara kesehatan. Dan menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700% pada 2025, Untuk perumahan naik rata-rata 65% dan untuk produksi pangan naik 100%.
Isu dunia yang demikian beredar yaitu krisis air bersih membuat kebutuhan air masyarakat tak terpenuhi merata. Hal ini dikarenakan meningkatnya populasi dan pencemaran sehingga kualitas air menurun. Semakin meningkatnya populasi, semakin besar pula kebutuhan akan air minum sehingga ketersediaan air bersih pun semakin berkurang. Faktanya, Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) laju konsumsi air bersih di dunia meningkat dua kali lipat setiap 20 tahun, melebihi dua kali laju pertumbuhan manusia. Beberapa pihak memperhitungkan bahwa pada tahun 2025, permintaan air bersih akan melebihi persediaan hingga mencapai 56%. Maka berlakulah hukum ekonomi bahwa air merupakan benda ekonomis. Buktinya, kini orang rela bersusah-susah dan berani membayar mahal untuk membeli air ketika terjadi krisis air bersih. Di DKI Jakarta, tarif air minum PDAM saat ini sebesar Rp5.430 per meter kubik dinilai terlalu mahal dengan kulaitas yangcukup tak layak. Sedangkan negara tetangga Singapura yang hanya menjual air bagi industrinya seharga Rp 2.300 per meter kubik dengan kualitas yang layak minum.
Untuk mengolah air baku menjadi air bersih diperlukan pengendalian terhadap pencemaran air dengan menetapkan standar baku mutu air pada sumber air yang mengacu pada kualitas air. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriterianya. Standar baku kualitas air bersih menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988 merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air yang harus memenuhi kualitas secara fisik, kimia dan biologi.
Parameter secara fisika, warna (harus jernih dan tidak berwarna) kadar maksimum yang diperbolehkan 15 TCU dengan perolehan uji spekrofotometrik. Tidak berasa dan tidak berbau dengan uji organoleptik. Untuk tingkat kekeruhan kadar maksimum yang diperbolehkan 5 NTU dengan metode uji turbidimetrik.Total padatan terlarut (TDS) batas kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 1000 mg/l dengan metode gravimetrik.
Parameter secara kimia, pH dengan metode pHmeter kadar maksimum yang diperbolehkan 6,5-8,5(netral). Kesadahan (mg/l CaCO3) kadar maksimum yang diperbolehkan 1000 dengan metode spektrofotometrik serapan atom. Untuk senyawa-senyawa organik yang terlarut seperti ammonia, nitrat dan nitrit sebagai N dengan metode uji spektorfotometrik batas kadar maksimum berturut-turut 1,5 mg/l; 10 mg/l dan 3 mg/l. Dan senyawa-senyawa anorganik yaitu logam-logam, mineral dan gas-gas terlarut dalam air seperti Fluorida, besi, khlorida, sulfat, arsenic, cadmium, tembaga, sianida, timah, aluminium dan seng dengan metode uji spektrofotometrik serapan atom kecuali untuk uji khloridan menggunakan metode titrimetrik memiliki batas maksimum berturut-turut yaitu 1,5 mg/l; 0,3 mg/l; 250 mg/l; 250 mg/l; 0,01 mg/l; 0,003 mg/l; 2 mg/l; 0,07 mg/l; 0,01 mg/l; 0,2 mg/l dan 3 mg/l.
Sedangkan untuk parameter biologi, mikroorganisme patogen (Bakteri Salmonella typhi, Sighelladysentia, Salmonella paratyphi, dan Leptospira; Golongan protozoa seperti Entonisebahistolyca dan Amebic dysentery; .Virus Infectus hepatitis) dalam 100cc maksimal terdapat 4 bakteri patogen dan tidak mengandung bakteri non patogen seperti beberapa jenis bakteri, (antara lain Actinomycetes (Moldlikose bacteria), Bakteri coli (Coliform bacteria), Fecalstreptococci, dan Bakteri Besi (IronBacteria)) ganggang atau algae dan cacing.
Pengolahan air untuk menjadi air bersih dan digunakan sesuai kriteria kualitasnya sementara ini dilakukan oleh PDAM. Aktifitas PDAM mulai dari mengumpulkan, mengolah dan menjernihkan, sampai ke mendistribusikan ke pelanggan. Dalam pengolahannya untuk menjadi air bersih memerlukan biaya operasi yang melonjak, terutama dikarenakan harga suku cadang, bahan kimia, dan tariff listrik. Fakta PDAM Bekasi terancam disita Bank Dunia karena dililit utang Rp.56,971 miliar. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan mempengaruhi pelayanan kepada masyrakat. Sedangkan kualitas dan kuantitas air tanah (air sumur) makin merosot, penyediaan air bersih amat bergantung kepada air permukaan (surface water). Sekarang untuk mengharapkan swastanisasi terhadap pengolahan air sangat sulit. Maka bagaimana cara mempertahankan kulaitas dan kuantitas air bersih dengan harga yang terjangkau adalah di tangan kita masyarakat itu sendiri. Melalui “gerakan hemat air” salah satunya dapat merubah paradigm bahwa eksploitasi air tidak bisa seenaknya lagi. Masyarakat menjaga menjaga sumber daya air dengan mempertahankan daerah hulu sebagai daerah resapan air, tidak mengubah fungsi lahan, dan menjaga kebersihan sungai. Upaya ini dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas air bersih di Negara kita tercinta ini.
Seperti yang diketahui umum, pengolahan air melalui PDAM untuk masyrakat memenuhi kebutuhan air sanitasi/air bersih dan untuk pertanian. Pada umumnya proses pengolahan air PDAM terdapat beberapa unit untuk bangunan Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM), antara lain : pertama tahap intake (Bak Pengumpul Air) merupakan bangunan pengumpul air yang akan diolah, letaknya pada atau dekat dengan sumber air; Bak Penyaringan Kasar (Screen) merupakan proses penyaringan menggunakan saringan (screen) berbentuk batang – batang (bar) berjajar secara vertikal yang berfungsi sebagai filter dari pengotor yang berukuran besar (sampah, daun-daun, batang pohon, dll); Tahap ketiga yaitu Bak Prasedimentasi (Optional) merupakan bangunan berupa bak sederhana sebagai pengendapan alami (efek gravitasi) dengan mendiamkannya pada selang waktu jika sumber bahan baku air memiliki tingkat kekeruhan (turbidity) tinggi yang berfungsi untuk pengendapan partikel – partikel diskrit dan berat seperti pasir; tahap berikutnya Bak Koagulasi merupakan bangunan berbentuk bak terjadinya proses kimiawi yaitu penambahan bahan kimia tertentu berupa zat kogulan (aluminium sulfat atau PAC) pada air baku yang merupakan tahap penetralan muatan atau penyediaan jembatan dari padatan terdispersi. Pada unit ini terjadi pengadukan yang cepat (rapid mixing) supaya koagulan dapat terlarut merata (kontak maksimal antara padatan terdispersi dengan zat kimia yang ditambahkan) dalam waktu yang singkat. Tahap selanjutnya yaitu bak Flokulasi merupakan bangunan berbentuk bak disertai blade – blade pengaduk yang lebih lambat atau dengan kompartemen-kompartemen yang berbentuk seperti labirin. Pada unit ini terjadi proses kelanjutan koagulasi yaitu pengotor yang awalnya larut akan terpisah dan akan mengumpul dan menumpuk (pengotor yang terendapkan disebut flok). Pada proses ini membutuhkan kondisi aliran tenang namun tetap ada pengadukan (slow mixing). Untuk meningkatkan efisiensi, biasanya ditambah dengan senyawa kimia yang mampu mengikat flok-flok tersebut. Kemudian bak Sedimentasi merupakan bangunan berbentuk bak dengan bentuk prisma terpancung (rumah terbalik) untuk memisahkan air dengan flok – flok yang terbentuk. Setelah itu tahap filtrasi merupakan proses penyaringan menggunakan media filter (pasir silika, zeolit,dll) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas air dengan menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak. Biasanya proses ini menggunakan sand filter. Tahap terakhir yaitu desinfeksi merupakan proses sterilisasi dengan pembunuhan bakteri atau mikrooraganisme, menggunakan penambahan zat desinfektan yaitu gas klor atau kaporit. Kemudian Bak Penampungan Air Bersih (Reservoir) merupakan bak penampungan air bersih yang bertujuan sebagai tolak ukur dari debit air bersih yang dibutuhkan. Ukuran bak penampungan disesuaikan dengan kebutuhan (debit air) dimana ukuran bak 2 kali dari kebutuhan.kemudian untuk menyalurkan air bersih kepada pelanggan menggunakan pompa distribusi.
Menurut http://jakarta.usembassy.gov/php/air-bersih, Sistem pengolahan air dengan pemasangan dan pengopersian yang tidak rumit, yaitu teknologi sederhana dan tahan lama. Sebagai contoh adalah filter "laju menurun" (declining rate). Dalam filter itu air yang masuk dibagi merata di antara filter-filter dan tiap filter dicuci pada saat air di dalamnya mulai menggenang yang menandakan adanya sumbatan karena pasir atau bahan-bahan filter lainnya. Cara sederhana lainnya ialah dengan menggunakan `pasir lambat' (slow sand) yang awalnya diperkenalkan satu abad yang lalu di Eropa. Filter ini memiliki tingkat penyaringan yang rendah, tapi hampir tanpa bagian-bagian yang bergerak. Penjernihan biologisnya terjadi pada lapisan material yang terperangkap pada permukaan pasir. Dan ini dibersihkan kalau material itu mulai menyumbat filter.
Pengolahan air bersih untuk kebutuhan industri, menurut Tim redaksi. 2008. “Newater Impian Singapura 38 Tahun Lalu Melepas Haus Dengan Air Limbah”. Posmetro Batam. Sabtu,19 Juli 200, Pengolahan air laut menjadi air kebutuhan proses pabrik, adalah sebagai berikut:Tahap pre-treatment untuk memisahkan padatan-padatan yang terbawa oleh umpan yaitu padatan-padatan tersebut jika terakumulasi pada permukaan membran dapat menimbulkan fouling. Pada tahap ini pH dijaga antara 5,5-5,8. Tahap selanjutnya High pressure pump digunakan untuk memberi tekanan kepada umpan. Tekanan ini berfungsi sebagai driving force untuk melawan gradien konsentrasi. Umpan dipompa untuk melewati membran. Keluaran dari membran masih sangat korosif sehingga perlu diremineralisasi dengan cara ditambahkan kapur atau CO2. Penambahan kapur ini juga bertujuan menjaga pH pada kisaran 6,8-8,1 untuk memenuhi spesifikasi air minum.Terakhir tahap Disinfection dilakukan dengan menggunakan radiasi sinar UV ataupun dengan cara klorinasi. Sebenarnya, penggunaan RO untuk desalinasi sudah cukup jitu untuk memisahkan virus dan bakteri yang terdapat dalam air. Namun, untuk memastikan air benar-benar aman (bebas virus dan bakteri), disinfection tetap dilakukan.
Menurut http://translate.googleusercontent.com/destilasi+flash/php proses pengolahan air bersih untuk kebutuhan industri (air proses, air umpan boiler, dan air pendingin), dengan metode flash evaporation merupakan penguapan air laut secara cepat dalam tabung evaporasi memalui proses throttling atau yang sering disebut juga “equilibrium distillation” adalah teknik pemisahan dengan stage tunggal. Flashing terjadi ketika kondisi cairan sekeliling berubah secara tiba-tiba menjadi lebih rendah daripada kondisi jenuhnya akibat perubahan tekanan dan temperature (El-Fiqi, dkk, 2007). Umpan berupa campuran cairan dipompa ke heater untuk menaikan suhu dan enthalpy campuran. Kemudian dialirkan melalui valve dan diturunkan tekanannya, sehingga cairan kan menguap. Campuran kemudian memasuki flash drum yang bervolume besar, kemudian cairan dan uap dipisahkan. Cairan dan uapnya akan tetap kontak hingga mencapai keseimbangan. Metode flashing ini akan menghasilkan uap jauh lebih banyak daripada proses penguapan sederhana lainnya. Fenomena flashing ini mengakibatkan turbulensi pada aliran fluida sehingga terbentuk laju perpindahan massa yang tinggi yang kemudian mengalami pendinginan cairan. Proses penguapan memerlukan suatu sumber panas yang cukup untuk mengubah fase cair air laut menjadi uap jenuh di dalam suatu medium. Sumber panas tersebut dapat diperoleh dari panas matahari melalui suatu kolektor (Dinata, 2001) atau melalui pembakaran bahan bakar. Dengan pertimbangan ekonomis maka dapat digunakan bahan bakar yang cukup murah dan mudah didapatkan seperti bahan bakar dari biomassa diantarnya adalah sekam padi, arang kayu, serbuk gergajian kayu dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik untuk proses destilasi air laut.
Menurut F.G Winarno dan Srikandi Fardiaz, Proses kapur soda melibatkan suatu proses dimana kapur Ca(OH)2 mengubah kalsium dan magnesium bikarbonat yang larut dalam air menjadi kalsium karbonat dan magnesium yang tidak larut dan mengendap. Kalsium dan magnesium sulfat yang larut dalam air dapat diubah menjadi kalsium karbonat yang tidak larut oleh soda abu (Na2CO3).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2 → 2CaCO3 ↓ + 2H2O
Mg(HCO3)2 + Ca(OH)2 → CaCO3 + MgCO3 + 2H2O
MgSO4 + Ca (OH)2 → Mg (OH) 2 ↓ + CaSO4
CaSO4 + Na2CO3 → CaCO3 ↓ + Na2SO4
CO2 + Ca(OH)2 → CaCO3 + H2O
Dalam proses ini biasanya ditambahkan senyawa koagulan, yaitu senyawa yang dapat membantu bahan yang terbentuk (kalsium karbonat dan magnesium hidroksida) cepat menggumpal dan mengendap. Senyawa koagulan yang ditambahkan tersebut biasanya terdiri dari alumunium sulfat (filter alum), fero sulfat (copperas), feri sulfat atau natrium aluminat. Prinsip alat tersebut, yaitu terdiri dari satu atau lebih bak yang terbuat dari kayu, baja yang telah terlapis dengan baik, atau beton. Air dimasukkan ke dalam bak, dan kemudian bahan pelunak ditambahkan sambil diaduk dan dibiarkan, sehingga gumpalan mengendap. Air bersih ditapis dan dialirkan dari permukaan sedangkan endapannya dikeluarkan dari bawah.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Hendranugraha, 2004, ”Tarif Air Minum di Jakarta dinilai Mahal”, http://detik-detik.com Jakarta Sabtu, 28 Agustus 2004
Anonim, 2004, Sistem Pengolahan Air Bersih, Padang : Hand Out PT. Semen Padang.
Betz, 1976, Hand Book Of Industrial Water Conditioning Edisi VII, Pennsylvania : Trevose.
Effendi,H , 2003, Telaah Kualitas Air , Penerbit Kanisisus , Yogyakarta
Montgomery, 1985, Water Treatment : Principle and Disai, John Willey Inc.
Priyanto, S dan C. Sri Budiati, 2009, ”Buku Ajar Utilitas Bagian I”, Teknik Kimia Departemen Teknik Universitas Diponegoro, Semarang
Reynolds, Tom D, 1982, Unit Operations and Process in Environmental Engineering,Texas A&M University, Brooks/Cole Engineering Division, Monterey, California, USA
Steel, Ernest W, 1960, “Water Supply and Sewerage”, Fourth Edition. Mc Graw Hill Book Company, Inc : New York.
Sutrisno, dkk, 1987, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Jakarta : Rineka Cipta.
Tambunan, Binsar, 2008, “Cukupkah Stok Sumber Air Bersih Kita?” Selasa, 3 Juni 2008, Otoria Batam
Tim redaksi, 2008, “Newater Impian Singapura 38 Tahun Lalu Melepas Haus Dengan Air Limbah”, Posmetro Batam. Sabtu,19 Juli 2008
Tim Redaksi, 2005, Salinitas Air Laut. OSEANOGRAFI Awal Kehidupan Berawal Dari Laut, Tuesday, 19 July 2005
Untung, dkk, 1995, Menjernihkan Air Kotor, Bogor : Puspa Swara.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tanggal 29 Juli 2002
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988
http://www.digilib-ampl.net/detail/list.php
http://smallscrab.com/penyediaan-air-bersih-dan-sehat
http://jakarta.usembassy.gov/php/air-bersih
http://translate.googleusercontent.com/destilasi+flash/php

Studi Kasus Banjir,, Permasalahan Dan Solusinya....


* Berdasarkan kliping yang saya baca : Sejumlah warga Baleendah dan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung terjebak banjir (Kompas-20 Maret 2010) dan Banjir Bandung dipicu oleh parahnya lingkungan (Kompas-22 Februari 2010)

* Studi kasus : Badan dan anak-anak sungai Citarum di Kota Bandung tertutup sampah (Kondisi rusak berat)/ Sungai Citarum dipenuhi sampah dan lumpur. Lumpur merupakan hasil sedimentasi atau hasil dan pengendapan material yang diangkut oleh air sungai.

* Penyelesaian :

ü Perlunya penyuluhan akan kesadaran masyarakat setempat dan peraturan pemerintah daerah (berdasarkan UU pengelolaan sampah 9 April 2008 dan pasal 28H ayat (1) UUD 1945) untuk tidak membuang sampah dibantaran sungai Citarum. Sehingga penindakan tegas dapat dilakukan.

ü Tersedianya sarana dan prasarana berkaitan dengan sampah yaitu tong sampah dan tempat pembuangan akhir disetiap lingkungan.

ü Pemilahan jenis sampah pada tempat pembuangan sampah yaitu sampah organik, anorganik, dan plastik. Sehingga untuk pengelolaan menjadi lebih mudah.

ü Pelatihan sumber daya manusia (SDM) dari tim ahli kepada wakil-wakil masyarakat untuk mengolah sampah organik menjadi kompos secara aplikatif.

ü Membuat lubang biopori sebagai peresap air untuk mengatasi banjir dan sampah, yaitu dengan cara :

· Membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter sepuluh sentimeter, kedalaman sekitar seratus sentimeter atau tidak melampaui kedalam air tanah. Jarak antar lubang 50-100 cm

· Mulut lubang diperkuat dengan adukan semen selebar 2-3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang.

· Mengisi lubang biopori dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman dari dedaunan pohon, pangkasan rumput halaman atau sampah dapur. Dan sampah perlu ditambah jika isinya sudah berkurang atau menyusut karena proses pelapukan.

· Kompos yang terbentuk dapat diambil setiap musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.

Dengan cara diatas selain mengubah sampah organik menjadi kompos juga mengurangi masalah pembuangan sampah yang mengakibatkan pencemaran air dan udara, dan tentunya mengurangi banjir, longsor dan kekeringan.

ü Pengelolaan sampah untuk pencegahan adalah berusaha untuk tidak menyebabkan terjadinya pencemaran, yaitu:

· Penguburan sampah dilakukan secara berlapis-lapis dengan tanah

· Penguraian atau pembusukan sampah organik didalam bak terbuka atau tertutup oleh mikroorganisme kemudian dapat diolah sebagai kompos.

· Pengolahan sampah anorganik seperti diplasti dengan membakar sampah tersebut secara terorganisir atau dikumpulkan pada daerah yang jauh dari pemukiman. Dan bisa juga dengan menggiling atau dipotong-potong menjadi partikel-partikel kecil kemudian dikubur.

Dengan langkah penanggulangan yaitu berprinsip mengolah atau mendaur ulang menjadi bahan yang bermanfaat, yaitu :

· Pengolahan sampah anorganik menjadi barang-barang bermanfaat seperti: plastik didaur ulang menjadi ember, kaca menjadi vas bunga, plastik dan serat dijadikan mainan anak-anak, keset dan bahan bangunan.

· Pengolahan bekas bahan bangunan (seperti keramik, batu, pasir, kerikil, batubata) dikubur dala sumur secara berlapis-lapis yang dapat berfungsi sebagai resapan air dan penyaringan air. Resapan air tersebut dapat masuk kesumur dan dapat digunakan kembali sebagai air bersih.

ü Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu ke hilir, dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali dan pendauran ulang. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

ü Untuk menanggulangi pencemaran akibat penumpukan sampah dapat dilakukan melalui program:

· Reduce artinya mengurangi atau mereduksi sampah yang akan terbentuk. Dapat dilakukan dengan membawa keranjang belanja ke pasar sehingga mengurangi kantong plastik yang dibawa kerumah, dan menggunakan saputangan daripada tisu.

· Reuse artinya pemakaian kembali sampah yang sudah terbentuk seperti penggunaan bahan-bahan plastik atau kertas bekas untuk benda-benda souvenir, bekas ban untuk kursi taman dan botol minuman kaca dapat digunakan untuk air minum.

· Pendaurulangan sampah yaitu sampah organik menjdai kompos (pupuk), sampah menjadi energi panas menggunakan insenerator. Hasil pengolahan kemudian dikeringkan dan dijadikan sebagai bahan bakar sebelum dibuang ke tanah.

ü Kesadaran dari pelaku produsen bahan-bahan atau barang dari plastik untuk mencantumkan kode yang menyatakan jenis plastik. Kemudian di tempat umum disediakan tempat sampah dengan berbagai kode, sehingga masyrakat dapat membuang sampah menurut jenisnya.

ü Mengurangi penggunaan sampah anorganik seperti plastik

Daftar Pustaka

http://www.kompas.com/bencanaalam/banjirbandungdipicuparahnyalingkungan/20-03-2010/

http://www.kompas.com/regional/sejumlahwargabandungterjebakbanjir/20-03-2010/

http://www.wikipedia.co.id/sedimentasi/20-03-2010/

http://www.biopori.com/20-03-2010/

http://community.um.ac.id/20-03-2010/

http://www.republika.com/anak2sungaicitarumdikotaBandungsudahdalamkondisiberat/20-03-2010/

http://hosting2.koran-jakarta.com/berita/20-03-2010/

http://www.ipb.ac.id

http://www.chem-is-try.org/kategori/sampah/20-03-2010/

http://www.chem-is-try.org/kategori/pencemaranlingkungan/20-03-2010/

http://www.dml.or.id/newsarchieve/20-03-2010/